Aku Bilang, Dia..
Rabu, 17 September 2014
Diposting oleh
Risty putri indriani
Aku tidak pernah
meminta pergi atau menyuruh seseorang menahanku pergi. Karena bagaimanapun, berdiam di 'rumah kehidupan' seseorang juga
bisa sebagai penguat hidup disaat hampir terjatuh. Ketika berpisah pun juga tak
lupa, bahwa kepergian bukan seperti permainan yang akan diulang kembali jika
melakukan salah strategi.
Seperti perihal cinta. Awal tahun kemarin, aku yakin akan berjodoh dengan seseorang yang sudah bersinggah dihatiku sangat lama, tapi ternyata dipenghujung tahun, aku dibersamakan dengan orang baru, orang yang mampu berdiam dihatiku sampai tiba waktu kepergiannya menuju alam lain. Ternyata kepergian itu tak selamanya menyakitkan, tak selamanya merasa kehilangan. Karena ternyata, dalam dimensi yang berbeda, Semesta tak ingin membiarkan aku jatuh di dalam lubang kecil yang kedap udara bahkan sampai membusuk dalam tumpukan tanah.
Seperti perihal cinta. Awal tahun kemarin, aku yakin akan berjodoh dengan seseorang yang sudah bersinggah dihatiku sangat lama, tapi ternyata dipenghujung tahun, aku dibersamakan dengan orang baru, orang yang mampu berdiam dihatiku sampai tiba waktu kepergiannya menuju alam lain. Ternyata kepergian itu tak selamanya menyakitkan, tak selamanya merasa kehilangan. Karena ternyata, dalam dimensi yang berbeda, Semesta tak ingin membiarkan aku jatuh di dalam lubang kecil yang kedap udara bahkan sampai membusuk dalam tumpukan tanah.
Buktinya, aku
merasa kehadirannya -seseorang yang sanggup menggantikan orang lama- sebagai
pembuka jalan setelah sekian lama pintu perjalanannya terkunci. Mencari sampai
bersinggah dihati seseorang yang ternyata bukan pemilik kunci. Aku heran
sekali, bagaimana takdir terlalu cepat menyatukan aku dan dia namun mampu
membuat adanya perubahan-perubahan manis dalam kehidupan.
Aku masih ingat dulu, sebelum aku dan dia dekat, aku terbiasa melepas hijab di depan umum. Namun sekarang, adanya dia aku selalu diingatkan, bahwa hijab bukan candaan hidup yang dilalui tanpa mengenal dosa atau pahala sekalipun. Pelan-pelan aku mulai menyadari bahwa muslimah memang harus menutup aurat, pelan tapi pasti aku mulai memperdalam ilmu bagaimana menjadi wanita sholehah dan setelah proses itu selesai, mulai sekarang aku ingin memantaskan diri untuk Tuhan dan untuk bagiannya, dalam sisi yang masih aku telusuri.
Padahal dulu, dia bukan pria baik-baik, bukan pula pria yang mampu mendekatkan diri pada Tuhan. Bahkan sebelum aku dan dia menyatu, dia terlalu jujur menjelaskan aib yang pernah dia lakukan. Tapi setelah aku dan dia bersama, malah dia yang selalu sering mengingatkan beribadah, membangunkan aku disepertiga malam, bahkan mampu memberikan pencerahan tentang hidup dan agama dengan 'gaya konyolnya' tapi dapat membuat aku terkagum. Aku tak peduli seberapa buruk masa lalunya, karena aku ingin menyibukkan diri berjuang agar aku dan dia mendapati tempat paling indah di surga nanti.
Dia juga seorang pria sederhana, tak pernah membangga-banggakan kemewahan. Aku menyukai seseorang seperti itu, tidak mengumbar cinta dengan barang yang dia miliki. Bahkan ketika dia mendapat rezeki atau hal yang membahagiakan dia, dia selalu berucap, "Alhamdulillah, aku senang karena bersyukur punya kamu." Meskipun lelah karena kerja seharian, dia juga selalu berucap, "Alhamdulillah, gak apa-apa capek asal aku bersyukur punya kamu." Dan bahkan ketika aku dan dia bercanda dan aku mengatakan dia aneh, jawaban dia tetap sama, "Yang penting aku bersyukur punya kamu."
Dia seperti taman yang teduh, yang sangat berduri jika dipandang terlalu lama. Dia berbulu mata lentik, alis tebal dan bahkan manik mata kecoklatan mampu menyihir pandangan setiap kali aku berhadapan dengannya. Gayanya yang konyol, terkesan apa adanya dan tidak melebih-lebihkan keadaan semakin membuat aku merasakan bersyukurnya memiliki. Bahkan satu hal yang membuat aku terus bersyukur memilikinya, yaitu dapat membimbingku agar tidak lagi tersesat di jalan, sendirian.
Yang terakhir, aku tidak mau lagi sering berpergian, berkelana yang tak pernah ada ujungnya. Bahagiaku ingin dibersamakan dengan dia, karena sudah terlalu letih mencari jalan, terlalu sakitnya tertusuk harapan dan keterlaluan jika melakukan hal itu lagi. Aku tidak ingin menjadi bodoh, membenarkan kata-kata bijak tentang bahagia tidak harus memiliki. Toh, aku bahagia memilikinya, bersyukur tak terbatas menikmati hadiah Semesta.
Meskipun aku yakin, suatu saat nanti kepergian akan terulang kembali. Tapi nanti, di waktu yang tepat ketika jalan menuju bahagia disela jemarinya akan terus menggenggam tangan ini sampai Tuhan berkata, "Waktu kalian telah berakhir."
Label: harian, history, tentangCINTA
BAGIANMU TELAH BERAKHIR
Jumat, 12 September 2014
Diposting oleh
Risty putri indriani
Kepadamu, kutitipkan kenangan yang
baru saja selesai menyimpan ingatan begitu rapih. Lipatan-lipatan masa lalunya
dibungkus cantik bersama do'a. Masanya telah berakhir. Semua pemberian darimu telah
mencapai puncak bahagia, meski telah menghujam hati berkali-kali. Terasa pedih
memang, tapi aku bisa apa selain meletakanmu dalam deretan seseorang yang telah
berjasa merubah hidupku menjadi lebih baik.
Karena bagianmu telah berakhir.
Susah memang melepaskan sesuatu
yang ternyata bukan milikku. Tapi mungkin saja, Tuhan ingin melihat aku tersenyum
lebih indah dari biasanya meski tanpa memiliki. Karena aku yakin, pelan-pelan
semua akan terlupakan, pelan tapi pasti semua akan berjalan tanpa memaksakan
kehadiranmu lagi.
Aku akan terus berjalan, dengan
atau tanpa kerinduan ingin bersama. Karena kesedihan bukan kesalahan berada
bersamamu, tapi karena terlalu sulitnya kita mencari bahagia. Kesulitan yang terhalang egomu. Pasti dengan kamu
membaca ini, kamu akan berkomentar "Siapa yang ego, aku atau kamu?!" -Dengan
nada tinggi dan kedua alis yang terangkat.
Dengan komentar seperti itu, tanpa
dijawab pun akan tahu jawabannya.
Ah,, Sudahlah,, akupun juga tak ingin
membahas 'salah-jalan-yang-kita-lalui' karena masanya telah berakhir dan dengan
itu berakhir pula harapan-harapan dalam penyatuan janji, rapalan do'a dan perjuangan
yang kusebut 'kebodohan'. Aku tak menyesal separuh hatiku pernah singgah
dalam hidupmu, karena dengan begitu aku jadi mengerti bagaimana cara agar keluar dari
terjebaknya sakit-hati.
Terima kasih telah memberikan arti begitu
nyata tentang bagaimana meletakkan cinta yang sesungguhnya. Aku ingin cepat-cepat tulisan ini berakhir, jadi, boleh kita
melepaskan genggaman sekarang? Aku akan berjalan ke arah yang lain, yang
pintunya masih terkunci, yang belum mengalami kerusakan fatal sampai tak bisa
dibenahi seperti jalan yang kita injak sekarang. Jadi, tolong lepas genggaman sekarang juga.
Selamat jalan, dan selamat
tinggal.... Aku beri kau hadiah terakhir berupa kenangan..
Label: syair, tentangCINTA
Langganan:
Postingan (Atom)