ABRAKADABRA CINTA
Minggu, 21 April 2013
Diposting oleh
Risty putri indriani
Sudut-sudut kedai kopi dikawasan kemang sudah tampakterlihat 
sepi, satu persatu orang yang berkerumun telah meninggalkan cangkiryang 
tersisa hanya ampas kopi  dan meletakkanlembaran uang tip disamping 
cangkirnya. satu dua orang bahkan sekelompok oranggonta-ganti 
menghampiri gue, walau sekedar bertanya “Kok bisa?” atau 
“gimanacaranya?” dan terakhir “boleh minta nomor handphone?”
Bagi
 gue, pertanyaan-pertanyaan itu sudah biasa ditelingague. semenjak gue 
mulai serius dengan hobby sulap dan hipnotis, gue merasahidup gue selalu
 berpesta. Bahagia dan membahagiakan orang. Gue gak peduliseberapa 
banyak orang yang menduga seorang pesulap atau hipnotis semuanya bohong. Selama gue masih melihat orangtertawa atau minimal tersenyum, selama itulah gue merasa jadi orang palingberuntung sedunia.
Tapi
 keberuntungan gue bertolak belakang pada cinta. Lagi-lagicinta. Nama 
itu? Selalu membuat gue merasa menjadi pecundang. Hampir semuaorang 
selalu konsultasi tentang cinta mereka yang tak kunjung lenyap 
ataumenunggu cupid memanah sang pujaannya, layaknya seorang yang 
sempurnaterhadap cinta, gue selalu memberikan solusi pada mereka dan 
berhasil. Tapi kenapa guenggak? AH…
“Udah rapihkan 
semuanya. Yuk.. ntar keburu malem.” Donamenggamit tangan gue, 
moment-moment ini selalu membuat jantung gue berdegupkencang. 
Cewek
 yang gak pernah bisa buat gue bersikap wajar, selalukeringetan bahkan 
panas dingin setiap gue natap wajahnya. Bola mata yang bulat 
terdapatmanik mata kecoklatan, membuat gue susah mengatur nafas yang 
semakin lamasemakin memburu keindahannya, kulit wajah yang putih 
menambah aksen keanggunandan rambutnya yang panjang dan hitam membuat 
Dona semakin cantik. DONA—seorang cewekyang sudah gue kenal dua tahun 
lamanya, dia tak mengetahuinya diam-diam membuatreward  ke gue sebagai cowok paling pengecut sedunia.
“Loh kok diem? Ayok Ri..”
“Oh iya.. ngg, ayok..”
Dona
 selalu menemani gue ketika gue show untuk sulap danhipnotis. Dan 
kehadiran Dona seakan mempunyai magnet yang selalu memberikan 
guesemangat. Gue merasa hidup gue seperti ketergantungan dan seakan 
mempunyaicandu yang harus terus-menerus berada didekat Dona jika gue 
butuh asupansemangat.
“Tadi permainan lo bagus banget. 
Selalu ada yang beda kalolo tampil.” Ucap Dona seraya melingkarkan 
tangannya di pinggang gue setiapberboncengan di atas motor. 
Lagi
 dan Lagi, perasaan gue gak karuan setiap diamengeratkan pelukannya. Gue
 semakin tak konsentrasi tapi gue berusaha bersikapwajar.  Wangi 
parfumnya selalu membuatgue mabuk dan membuat gue selalu menghayal 
bagaimana rasanya menjadi pacarDona.
“Kan ada lo..” Gue terkekeh disusul dengan bunyi startermotor gue.
Dona
 mencubit perut gue dengan lembut, dan itu yang selalugue suka dari 
Dona. Selalu banyak cara mengambil hati gue yang semakin lamasemakin 
terkikis dengan ukiran-ukiran wajahnya. Tetapi entah mengapa setiap 
guemerayunya, Dona hanya bisa tersenyum atau sesekali tertawa tak pernah
 merespondengan hal-hal yang membuat gue mempunyai keberanian untuk 
mengungkapkan semuaisi hati gue.
“Don..”
“mmmm”
“Masih jam setengah Sembilan nih, belum malem banget. Makan yuk.”
Dona mengerutkan alisnya dan menatap wajah gue dari pantulankaca spion “Loh, tadi kan udah makan?”
“Bagi gue makan itu ya makan nasi, bukan makan kue. Gak kenyanggue.” 
“mmmmm, kebiasaan deh. Yaudah..”
Gue
 sengaja melakukan hal itu. Selama masih ada waktu buatberdua dengan 
Dona, gue selalu memanfaatkan kesempatan itu. Kesempatan yang gakpernah 
bosan gue ulangi setiap waktunya.
***
Semilir
 angin malam berhembus di taman kafe yangdipenuhi dengan hiasan lampu 
bergantian menembus  kulit Dona yang terbalut dengan dress berwarnabiru 
laut. Sepertinya Dona kedinginan, terlihat Dia menghusap-usap 
lengannyaberkali-kali. Gue langsung memberikan jaket gue ke Dona, hal 
itu wajardilakukan oleh setiap cowok. Tapi alasan gue seperti ini cuma 
satu, semogawangi Dona melekat di jaket gue. agar bisa gue hirup setiap 
gue beranjak tidur.
“Thanks ya.. tau aja gue kedinginan.”
“Apa
 sih yang nggak gue tau dari lo.” Gue tersenyumkearahnya, entah berapa 
lama gue mengaduk-aduk es coklat yang ada didepan guesambil memaksa 
untuk menatap Dona yang sedang melahap sepiring nasi goreng seafoodyang 
telah terhidang.
“Don..gue mau tanya deh sama lo.”
“Yaelah tanya aja kali.”
Gue menghembuskan nafas perlahan, berharap kegugupan gueberangsur-angsur pulih.
“Don, kalo seandainya.. seandainya nih ya.. ada orang yangsuka sama lo. lo bersikap gimana?”
Dona
 menghentikan kegiatan makannya, Dia menatap gue lekat. Guemerasa jiwa 
gue semakin melayang, meninggalkan semua  rasa penasaran dan rasa 
pengecut gue padaDona.
“Itu gak mungkin.”
 “Maksud lo apanyayang gak mungkin?” gue menatap tatapannya yang semakin lama seperti merasakankeanehan dalam dirinya.
“Ya soalnya gue lagi suka sama seseorang.”
“Siapa?... gue?.....” 
“Ng—“
Gue
 langsung membungkam mulutnya, menurut gue ini bukan suasana yangpas 
untuk bertanya lebih jauh siapa orang yang disukainya lalu 
mendengarkanjawabannya. Persetan dengan segala sesuatu yang membuat gue 
semakin pecundang. Sekaranggue nekat untuk melakukan semuanya demi Dona.
 Demi perasaan gue yang harusdiberikan petunjuknya.
Gue
 langsung menuju kepanggung kecil yang telah disiapkanoleh pemilik kafe 
untuk memberikan fasilitas kepada para pengunjung agar dapatmemberikan 
hiburan kepada pengunjung lainnya. 
“Mohon 
perhatian untuk semuanya.” Gue mengeraskan suarasambil mengambil sebuah 
tisu dan korek api yang gue selipkan disaku celana.
Semua
 pengunjung menghentikan kegiatan makan dan cengkramannya, mereka 
menatap pada satu tujuan; gue. begitu juga dengan Dona,sambil memangku 
tangan kanannya dia menatap gue sambil sesekalimenggeleng-gelengkan 
kepalanya.
“Saya ingin menghimbur kalian semua dengan sulap.” 
Semua pengunjung dalam kafe bertepuk tangan bersamaan denganrasa berdegup kencang gue yang semakin lama semakin tak karuan.
“Mohon
 bantuannya buat wanita yang diujung sana.bisa majukesini.” Gue menunjuk
 Dona yang masih celingak-celinguk tanda tak mengerti.
“Gue?”
Gue mengangguk tanda mengiyakan bahasa mulutnya yangmenunjuk dirinya untuk menemani gue bermain sulap.
Dengan
 langkah yang perlahan, Dona menghampiri gue besertatatapan para 
pengunjung yang bolak-balik menatap gue dan Donabergantian.
“Lo ada-ada aja si.” Dona membisikan ke telinga gue setelahdia bersisian dengan gue.
 “Udah tenang aja, loikutin gue aja. Itung-itung amal.” Gue balas membisik ke telinga Dona yangmendadak menjadi aneh.
“Oke
 semuanya, mungkin sulap gue terlalu simpel. Tapi gueberharap ini dapat 
menghibur kalian.” Gue bersiap-siap melakukan moment yangbuat gue 
mendadak semakin berkeringat.
“Kalian tau ini tisu, mudah terbakar.” Gue menggerak-gerakantisu kesana-kemari. 
Semua orang memperhatikannya, termasuk Dona yang telahterbiasa melihat sulap gue.
“Kalo tisu ini dibakar, kalian tau ini akanberubah bentuk.”
“GAK MUNGKIIN.” Salah satu pengunjung yang memperhatikanberteriak.
“Oke akan saya buktikan.”
Gue
 langsung menyalakan korek api dan langsung membakartisu. Dengan secepat
 kilat tisu tersebut berubah menjadi sebuah bunga melatiyang cantik. 
Terdengar suara riuh para penonton dan memberikan tepuktangan kearah 
gue. Dan dengan mental yang harus gue perkuat, ini saatnya!
Gue berhadapan dengan Dona yang masih menepuk tangannyauntuk gue. 
“Bunga
 ini, saya persembahkan untuk seseorang yang selamaini sangat saya 
sayang, sangat saya cintai.” Gue menggantungkan kalimat,mengumpulkan 
semua keberanian gue untuk meneruskan semuanya.
“Dona..”
Dona meruncingkan kedua alisnya menatap wajah gue, semburatwajah bingungnya nampak tercetak. 
“Don..
 gue suka sama lo.. lo mau gak jadi cewek gue.” seakanwaktu berhenti 
berdetak, tidak mengembalikan rasa ketenangan yang semakin lamasemakin 
tak dirasakan gue.
Gue berharap orang yang disukai Dona
 adalah gue, bukansiapapun. Gue yakin, Dona mencintai gue sama seperti 
gue mencintainya. Gueyakin, tidak ada cowok lain selain gue yang selama 
ini menemani dia dalamkesedihannya, bahkan kesendiriannya. Gue yakin, 
cowok yang disukai Dona adalahgue.
“Ri….” Ucap Dona dengan gusar.
Semua
 orang menatap gue dan Dona, ada yang berteriak “TERIMA”dan ada sesekali
 orang yang berteriak histeris. Pasti para cewek denganwajah mupeng ingin merasakanbagaimana rasanya menjadi Dona yang ditembak dengan suasana romantis.
“Jawab Don..” 
Dona
 menghembuskan nafas dengan perlahan lalu menerima sekuntum bunga melati
 pemberiangue. waktu terasa lambat berjalan, gue ingin mengetahui isi 
hati Dona secepatkilat!
“Ri—“ Dona menggantungkan ucapannya, memberikan jeda yang membuat gue menerka-nerka semua perasaannya.
“Ri,, kita sama-sama cewek. Gue tau lo itu tomboy.. Lo SADAR DONG TARI!!!  DEKET bukan berarti kita PACARAN! ITU GAK MUNGKIN!”
Label: cerpen, lalaala, tentangCINTA
