Reinkarnasi Rasa
Senin, 10 Agustus 2015
Diposting oleh
Risty putri indriani
Semenjak kau tak ada, rasa yang susah dijelaskan terasa jelas sekali, dalam
dada. Malam-malam yang terasa begitu demikian indah, kenangannya, suasananya,
dan kamunya, seolah-olah sembunyi di tempat yang sama sekali tidak akan pernah
kutemukan. Meski keadaan masih sama seperti dulu; masih bisa menulis di tempat
yang sama, masih dapat melakukan hal-hal seperti biasanya, masih merasakan
suasana pagi, siang dan malam, namun tetap saja rasanya beda, perasaan sesak
itu demikian menyakitkan.
Aku tidak bisa melakukan apapun
kecuali diam, menunggu kaset kenangan selesai diputar. Dan setelahnya aku
bersusah payah agar air mata tidak jatuh, pada wajah yang semakin tak kukenal
rautnya. Pedih, sakit, sesak. Ketiganya aku telan mentah-mentah.
Semenjak kau tak ada, aku mulai berkenalan lagi pada tangisan rindu. Semua begitu pecah
pada keheningan dan beberapa bagiannya juga ada yang hancur. Entah pada level yang keberapa aku mulai menyadari bahwa
bersahabat pada kesendirian tak begitu menyakitkan. Seperti bertemunya senja pada
bulan yang selalu berbincang tentang hal yang sama, menyinari semesta. Meskipun
pertemuan itu hanya sebentar namun tak begitu disesalkan, karena mereka percaya
akan esok datangnya sebuah pertemuan.
Aku masih ingat bagian tentang
pertemuan indah bersamamu, tentang senyum dan tatapan dalam dekapan rindu yang
tiap harinya begitu sempurna. Bagian dimana aku ingin melihatnya berkali-kali,
seperti candu akan dirimu. Di sini terasa hangat sekali, pada detak jantung
yang memburu setiap melihatmu. Meski yang kita lakukan sederhana, hanya duduk
di teras berdua denganmu atau bercerita tentang apa saja yang tak ada habisnya.
Dan bahkan hanya memandang wajahmu terutama kedua matamu dengan diam, tanpa
bersuara. Demi apapun ini rasanya semakin hangat, pada hati dan pikiran kita yang berteriak menjamu bahagia.
Namun semuanya hilang setelah kamu memilih dia yang lebih baik dariku. Memang
benar, kita harus memilih kehidupan yang lebih baik terutama perihal seseorang
yang akan menemani kita selamanya. Sebenarnya aku tidak apa ditinggal meski caramu
agak sedikit memberatkan hati. Aku mengerti bahwasanya kita memiliki
kepribadian yang berbeda-beda dan mungkin saja caramu melepaskanku begitu sempurna. Caramu yang meninggalkanku secara sembunyi menggenggam erat seseorang yang belum pernah kukenal.
Padahal, aku tidak apa jika kamu meminta keluar pada pintu hati yang masih terkunci, padahal aku akan tetap membukanya dan mengucapkan salam perpisahan
padamu tanpa kebencian. Namun yang ada, kamu malah mendobrak pintu tersebut
sampai rusak. Sampai rasanya tidak mengenakkan sakitnya.
Sebenarnya aku tidak begitu
memikirkanmu, hanya saja sisa-sisa kenangan masih melekat pada ruang hati
ini sampai menipuku jika aku baik-baik saja. Dengan terpaksa aku masuk pada ruang tersebut untuk membersihkan semuanya atau
bisa jadi merusak ruang tersebut sampai hancur agar tidak ada seseorang yang menempatinya.
Karena aku tidak ingin seseorang menempati ruangan ‘sampah’ itu. Aku ingin
menempati seseorang yang begitu spesial dengan tempat yang spesial pula. Tidak
ingin memberinya dengan sisaan. Karena dia bukan kamu, bukan kamu dan memang
bukan kamu.
Dia bukan kamu adalah dia yang sekarang bersamaku.
Dia bukan kamu yang membuatku kecanduan, namun dia yang membuatku akan kebutuhan. Dia yang menemuiku dikala kehidupan hampir berakhir padahal sama sekali tidak berakhir. Dia yang menarikku untuk keluar dari lingkaran kesakitan. Dia, pada hal tentangku yang dapat terbaca olehnya. Dia yang diam-diam selalu mendoakanku ketika aku bersamamu. Ya,,, Tuhan yang mengabulkan permintaannya, yang ternyata do’aku disambungkan pada do’anya dalam sepertiga malam. Karena dia yang telah mencintaiku sekian lama dan bersabar menjemputku sampai pada waktu yang tepat.
Semenjak itu aku mulai melupakan rasa pedih, sakit, sesak. Ketiga kata itu tidak pernah kusentuh lagi.
Dulu aku merasa kamu naik tingkat diatasku, lebih hebat dan bahagia daripadaku karena berhasil membuatku kelu. Bisa benar memandangimu dari kejauhan dan menyalahkan diriku sendiri betapa bodohnya aku perihal kebegoan-kebegoanku bercerita pada semesta tentangmu. Menyakiti diri sendiri sampai lupa bahwa kehidupan tidak pernah berakhir meskipun kehilangan seseorang. Semua aku lalui dengan,, yah,, melihatmu bahagia dengannya.
Namun seiring dengan waktu, seiring dengan melangkah ke depan bersamanya, aku tidak lagi memikirkan tentang siapa yang lebih hebat dan bahagia dari kita. Dunia tidak seperti melihat sepotong roti yang dilapisi berbagai rasa, tapi dunia seperti apa aku menikmati sepotong roti pada rasa yang lengket di mulutku, memanggil untuk mendekat pada tenggorokanku seraya berbisik jika nanti aku akan melupa tentang rasa yang buatku sekarat.
Dan sekarang semuanya terbalik, aku tahu bahwasanya kamu diam-diam memperhatikanku. Membuka media sosialku tanpa kuketahui, menyalahkan dirimu sendiri betapa bodohnya kamu meninggalkanku. Kamu yang selalu berharap akan suatu hari nanti dapat bersamaku lagi meskipun kamu tak bisa melakukan apapun karena kesalahanmu bukan hanya padaku saja namun pada keluargaku juga.
Kamu yang masih selalu menyamakan pasanganmu denganku, tentang konyolnya pasanganmu, tentang kebaikannya dan tentang apapun yang ada pada dirinya meskipun setelahnya kamu sadar bahwasanya semua sangat berbeda. Dan meskipun sesudahnya kamu berusaha keras mengikhlaskan takdir yang telah kamu pilih.
Aku bukan terlalu percaya diri bukan pula terlalu gede rasa. Namun aku tahu, kebersamaan kita dulu bukanlah seperti bocah ingusan yang masih merengek pada cinta, lalu setelah berlalu semua akan menghilang tanpa berbekas dan bahkan aku mengenalmu tidak hanya sehari saja yang setelahnya menjadi seorang manusia di dalam semesta tanpa bertemu kembali. Jadi, paham benar perihal kamu atas kebodohanmu.
Aku mengenalmu dan biarlah semua tentangmu menjadi bagian perjalananku saja. Selebihnya, aku tidak peduli. Tidak juga menuntut untuk kau menghilang pada kehidupanku. Dan sekali lagi, aku tidak peduli sekalipun kamu masih berharap cinta akan menyatukan kita kembali.
Karena aku bukan aku yang dulu, melainkan aku dengan dia yang tidak akan kulepaskan dia begitu saja.
Tapi ada hal yang harus kamu tahu, seiring dengan berkelana mencari tujuan yang tepat dengannya, aku mulai memahami bahwa kamu merupakan seseorang yang sangat berjasa untukku. Karena dia bilang, tanpamu, aku dan dia tidak akan pernah bersama dan memahami bagaimana menjaga seseorang agar tidak merasakan kehilangan lagi. Dan dengannya pula aku mulai belajar bagaimana cara memaafkan seseorang dan tidak lagi merajuk pada kehidupan yang sempat aku rasakan pada kursi kesakitan.
Inilah aku, mereinkarnasi cinta. Pada seseorang yang tidak ingin melewatkan waktu tanpaku. Pada seseorang yang tidak akan melepaskanku begitu saja. Karena ketiga rasa itu, pedih, sakit, sesak- pernah juga dia alami sebelumku. Jadi paham betul hatinya diletakkan dan dimiliki siapa.
Dan sekarang, aku dapat tersenyum dengan bahagia. Sudah memulai satu langkah untuk menuju gerbang bahagia. Disana, gerbang bahagia kehidupan yang baru dengannya sudah dibuka. Tidak akan lagi merasakan yang-entahlah-sedemikian-sakitnya-itu. Meninggalkan kenangan dan juga kamu yang tak akan pernah kubawa pada kehidupanku bersamanya. Aku tidak ingin merusak kesetiannya hanya karena seseorang dimasa lalu yang –mungkin saja- menyesali perbuatannya.
Tapi tenang saja, aku akan mengajakmu merasakan betapa bahagianya aku sekarang. Ajaklah dia yang telah bersamamu untuk merasakan kebahagianku, dan satu hal, jangan kau pergi lagi pada seseorang yang baru dan meninggalkan dia ditengah-tengah kehidupan yang dapat menjadikannya bingung. Meskipun kamu memulai hubungan dengannya diantara kesakitanku, tapi aku tidak pantas menyalahkan kalian atas rasa yang sedemikian sakitnya. Atas kebahagian kalian yang tidak bisa kusalahkan karena kekecewaanku.
Karena ada seseorang yang mengingatkanku tentang arti memaafkan, mengikhlaskan dan bersyukur. Ya,, setelah memaafkan dan mengikhlaskan yang telah berlalu, aku semakin bersyukur memiliki dia sekarang. Ya,, seseorang yang tidak akan kubiarkan pergi.
Karena disana, dengannya, pada seseorang yang tidak akan melepaskan genggamannya padaku. Pada seseorang yang terpatri janji dan mereinkarnasi perasaan hanya denganku.
Cinta – Janji, satu pada tempat yang telah disetujui Tuhan.
Dia bukan kamu adalah dia yang sekarang bersamaku.
Dia bukan kamu yang membuatku kecanduan, namun dia yang membuatku akan kebutuhan. Dia yang menemuiku dikala kehidupan hampir berakhir padahal sama sekali tidak berakhir. Dia yang menarikku untuk keluar dari lingkaran kesakitan. Dia, pada hal tentangku yang dapat terbaca olehnya. Dia yang diam-diam selalu mendoakanku ketika aku bersamamu. Ya,,, Tuhan yang mengabulkan permintaannya, yang ternyata do’aku disambungkan pada do’anya dalam sepertiga malam. Karena dia yang telah mencintaiku sekian lama dan bersabar menjemputku sampai pada waktu yang tepat.
Semenjak itu aku mulai melupakan rasa pedih, sakit, sesak. Ketiga kata itu tidak pernah kusentuh lagi.
Dulu aku merasa kamu naik tingkat diatasku, lebih hebat dan bahagia daripadaku karena berhasil membuatku kelu. Bisa benar memandangimu dari kejauhan dan menyalahkan diriku sendiri betapa bodohnya aku perihal kebegoan-kebegoanku bercerita pada semesta tentangmu. Menyakiti diri sendiri sampai lupa bahwa kehidupan tidak pernah berakhir meskipun kehilangan seseorang. Semua aku lalui dengan,, yah,, melihatmu bahagia dengannya.
Namun seiring dengan waktu, seiring dengan melangkah ke depan bersamanya, aku tidak lagi memikirkan tentang siapa yang lebih hebat dan bahagia dari kita. Dunia tidak seperti melihat sepotong roti yang dilapisi berbagai rasa, tapi dunia seperti apa aku menikmati sepotong roti pada rasa yang lengket di mulutku, memanggil untuk mendekat pada tenggorokanku seraya berbisik jika nanti aku akan melupa tentang rasa yang buatku sekarat.
Dan sekarang semuanya terbalik, aku tahu bahwasanya kamu diam-diam memperhatikanku. Membuka media sosialku tanpa kuketahui, menyalahkan dirimu sendiri betapa bodohnya kamu meninggalkanku. Kamu yang selalu berharap akan suatu hari nanti dapat bersamaku lagi meskipun kamu tak bisa melakukan apapun karena kesalahanmu bukan hanya padaku saja namun pada keluargaku juga.
Kamu yang masih selalu menyamakan pasanganmu denganku, tentang konyolnya pasanganmu, tentang kebaikannya dan tentang apapun yang ada pada dirinya meskipun setelahnya kamu sadar bahwasanya semua sangat berbeda. Dan meskipun sesudahnya kamu berusaha keras mengikhlaskan takdir yang telah kamu pilih.
Aku bukan terlalu percaya diri bukan pula terlalu gede rasa. Namun aku tahu, kebersamaan kita dulu bukanlah seperti bocah ingusan yang masih merengek pada cinta, lalu setelah berlalu semua akan menghilang tanpa berbekas dan bahkan aku mengenalmu tidak hanya sehari saja yang setelahnya menjadi seorang manusia di dalam semesta tanpa bertemu kembali. Jadi, paham benar perihal kamu atas kebodohanmu.
Aku mengenalmu dan biarlah semua tentangmu menjadi bagian perjalananku saja. Selebihnya, aku tidak peduli. Tidak juga menuntut untuk kau menghilang pada kehidupanku. Dan sekali lagi, aku tidak peduli sekalipun kamu masih berharap cinta akan menyatukan kita kembali.
Karena aku bukan aku yang dulu, melainkan aku dengan dia yang tidak akan kulepaskan dia begitu saja.
Tapi ada hal yang harus kamu tahu, seiring dengan berkelana mencari tujuan yang tepat dengannya, aku mulai memahami bahwa kamu merupakan seseorang yang sangat berjasa untukku. Karena dia bilang, tanpamu, aku dan dia tidak akan pernah bersama dan memahami bagaimana menjaga seseorang agar tidak merasakan kehilangan lagi. Dan dengannya pula aku mulai belajar bagaimana cara memaafkan seseorang dan tidak lagi merajuk pada kehidupan yang sempat aku rasakan pada kursi kesakitan.
Inilah aku, mereinkarnasi cinta. Pada seseorang yang tidak ingin melewatkan waktu tanpaku. Pada seseorang yang tidak akan melepaskanku begitu saja. Karena ketiga rasa itu, pedih, sakit, sesak- pernah juga dia alami sebelumku. Jadi paham betul hatinya diletakkan dan dimiliki siapa.
Dan sekarang, aku dapat tersenyum dengan bahagia. Sudah memulai satu langkah untuk menuju gerbang bahagia. Disana, gerbang bahagia kehidupan yang baru dengannya sudah dibuka. Tidak akan lagi merasakan yang-entahlah-sedemikian-sakitnya-itu. Meninggalkan kenangan dan juga kamu yang tak akan pernah kubawa pada kehidupanku bersamanya. Aku tidak ingin merusak kesetiannya hanya karena seseorang dimasa lalu yang –mungkin saja- menyesali perbuatannya.
Tapi tenang saja, aku akan mengajakmu merasakan betapa bahagianya aku sekarang. Ajaklah dia yang telah bersamamu untuk merasakan kebahagianku, dan satu hal, jangan kau pergi lagi pada seseorang yang baru dan meninggalkan dia ditengah-tengah kehidupan yang dapat menjadikannya bingung. Meskipun kamu memulai hubungan dengannya diantara kesakitanku, tapi aku tidak pantas menyalahkan kalian atas rasa yang sedemikian sakitnya. Atas kebahagian kalian yang tidak bisa kusalahkan karena kekecewaanku.
Karena ada seseorang yang mengingatkanku tentang arti memaafkan, mengikhlaskan dan bersyukur. Ya,, setelah memaafkan dan mengikhlaskan yang telah berlalu, aku semakin bersyukur memiliki dia sekarang. Ya,, seseorang yang tidak akan kubiarkan pergi.
Karena disana, dengannya, pada seseorang yang tidak akan melepaskan genggamannya padaku. Pada seseorang yang terpatri janji dan mereinkarnasi perasaan hanya denganku.
Cinta – Janji, satu pada tempat yang telah disetujui Tuhan.
Terima
kasih, kamu.
Terima
kasih, Anda.
Tanpa
kalian, aku mungkin tidak pernah bersama dengannya.
Label: history, syair, tentangCINTA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar