Terlalu Bodoh

Minggu, 08 Juni 2014



Jangan terlalu bungkam, jika hati tak bisa memilih diam.
Jangan terlalu tak acuh,  jika perasaan terus bergejolak ingin berteriak.
Jangan mengelak, jika menginginkan bersama.

Kita telah dipertemukan, dan biarkan Tuhan yang mengizinkan untuk menyudahinya. Karena sekeras apapun kita menjauh, ada hati yang dapat menyatukan kita dengan saling mengikat rasa. Rasa dan asa yang menyatu menjadi suatu perpaduan karsa. Kita disini ada, hanya saja pikiran yang membuat kita menjadi hampa.

Sudah kau katakan berkali-kali bahwa takdir akan mempertemukan kita dalam titik perjalanan disaat kita telah berserah. Namun kau lupa, bahwa takdir akan menyerah jika kita terlalu pasrah dengan langkah perjalanan. Karena pasrah lain dengan berserah yang selalu kau artikan sama.

Hubungan pertemanan dengan rasa yang mengikat, semakin mengutuk langkah hidup yang kita anggap salah. Menginjak serpihan luka yang selalu disebut perjuangan. Mungkin saja kita sama-sama bodoh, saling percaya pada ketidakpahaman, bahwa cinta butuh saling mengikat bukan membiarkan berjuang sendiri. 

Ya,, kita bodoh,, atau hanya aku yang bodoh? Tidak tahu bahwa kebersamaan membutuhkan saling mengenal sifat, mengikat kehidupan dan mengetahui cara berjalan bersama. Karena aku baru memahami jika ‘rumah’ tidak akan terbuka untuk mereka yang terlalu asing dengan realita. 

Sepertinya hanya aku yang bodoh. Karena di sini, yang baru saja kau pahami dan baru saja kau tempati setelah kamu memilih keluar lagi, ada hati yang memilih senyap, memendam kecewa setelah (pernah) merasakan keterpurukan. Mencoba berkisah pada senja, agar angin membawa semua rindu untuk kelak. Ketika takdir memang mempertemukan.

Ternyata hati ini terlalu malu untuk berkata, bahkan meragu ketika rasa terburu-buru ingin berteriak. Sebagaimana tentang penyatuan, hati memilih pasrah dan terdiam ketika kamu memilih pergi. Tidak ada kata-kata, tidak ada perlakuan khusus dan seakan-akan hidup ini tidak terjadi apa-apa. Tapi, tahukah kamu? Aku menyiksa diri sendiri dengan kondisi yang aku ciptakan, terlalu pengecut untuk berteriak “Jangan pergi!” bahkan,, aku terlalu takut menggenggam tanganmu agar kamu tetap di sini selama mungkin.

Ini memang bodoh, sangat bodoh, membiarkan hati meronta kesakitan. Namun, aku bisa apa, hanya do’a yang ku punya agar kita dipertemukan dalam sebuah keabadian dan bukan sebagai pertemanan lagi. Setelah aku pernah menjalani kehidupan yang menyayat hati.

Aku tak mempersalahkan seseorang dari masa lalu yang menghadiahiku dengan rasa sakit dan memberikan kenangan kelam. Karena aku tahu, bahwa hidup harus menerima dengan tulus, bahwa hidup harus terus diperbaiki menjadi lebih adil. Karena setidaknya, sang masa lalu pernah memberikanku kebahagiaan dan mengajarkanku bagaimana menghargai kehadirannya.

Namun untuk yang satu ini, ketika Tuhan mempertemukan kita di waktu yang seharusnya berbahagia tanpa mengenal rasa, aku memilih bungkam, aku memilih tak peduli meskipun hati selalu meronta kesakitan.

Biarlah kamu pergi dan biarlah do’a bekerja sebagai pengantar rindu untuk kelak, ketika kita dipertemukan setelah semua terpatri keabadian.


Jakarta, Kafe Kopi namun menyesap harap
Juni 2014
 


0 komentar:

battlepujangga

Cute Running Puppy
RISTY PUTRI INDRIANI

Category list

Ads

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogger news

Clapping Hands

Twitter

Blogger templates

Clapping Hands
Clapping Hands