Biarkan Mata Bicara
Sering aku terdiam melewati kata, membiarkan keadaan yang membaca
bahkan merajut kata pada masa disaat jemari ini tak tergerak. Hanya mata
yang berteriak, hanya mata yang bicara, hanya mata yang mampu
terjemahkan hati agar tak lagi menjadi pemberontak.
Disaat mulut
terlelah pada sembarang waktu, di saat itu lah aku terpenjara pada akal
pikiranku. Menantikan lagu sayup sapa bersimbah luka yang kau namakan
cinta, mungkin saja aku terlalu malas untuk terbangun dari mimpi bodoh
yang ku sebut setia.
Aku berdiri di reruntuhan hidup yang sempat
kau singgahi, menginjak puing luka lalu membiarkan rasa sakitnya
menjalar, sebagai pertanda bahwa aku harus melupa pada lembaran hidup
yang pernah kau tempati dan kau telusuri sejauh mana dinding hati
terhempas dalam sembarang waktu.
Kamu terlalu diam, ruas-ruas tawa
menjadi hilang akal! Terkutuklah aku yang menjadi bisu dalam lembaran
paruh waktu dimana saat jemari ini ingin bertekuk lutut memegang erat
genggaman kuat sapaan rindu meski dalam kalbu.
Mata ini masih
menahan pilu, mengembara jauh menutup jejak air mata. Tataplah aku
sejauh mana kamu menyimpan sayatan kecewa, dalam lembaran hidup selama
kita tempuh dalam pembaringan tepian janji, bahkan pada satu asa yang
akan kau baca lewat mata ini.
Berantai dalam kata-kata yang belum
pernah kau baca dengan jujur, karena perbendaharaan kata akan kau
telusuri lewat mata. Semua yang berdebu akan kau buka dan kau baca
lembar demi lembarnya. Serpihan terjebaknya nostalgia perihal bagaimana
aku menyimpan harapan, luka, kekecewaan, janji dan penyatuan kita.
Di
sini tak akan kau temui tentang penjelasan dalam ucapan, hanya mata
yang mampu bicara. Manik mata warna hitam; di sini yang sempat kau
lewatkan untuk mengetahui sisi paling jujur; di sini yang sempat kau
lupakan tentang perpustakaan janji, kesetiaan, harapan; kelak; nanti
dalam membius putaran waktu.
Oh, tidak. Aku terlupa. Sekarang kita
disini, hanya tinggal pada kenangan; satu-satunya jembatan untuk
mengingatmu. Tak ada lagi edisi kita. Tak ada lagi perihal tentang
cinta. Penyatuan deretan do’a yang sempat kita ucapkan menggantung dalam
sisi Tuhan.
Mungkin kepergian adalah penyatuan hati dalam jalan
yang berbeda. Dan di sini; adalah tentang memaknai kejujuran yang akan
pergi meninggalkan dinding hati. Sudah kau baca semua pada mata ini?
simpan ditempat yang paling sembunyi, agar aku tak mengeja bahagia atau
kesedihan dalam satu rasa; harapan semu itu.
Bekasi, 2014
Di dinding yang masih mengoyakan hatimu meski rumit
Label: syair
0 komentar:
Posting Komentar